Friday, September 16, 2011

Kemuliaan Orang-orang Miskin



Bersemangat tuk jadi kaya, kuat, & bermanfaat bagi seluas-luas sesama adalah mulia. Tapi haruskah kita mencela kemiskinan & keadaan papa?

Andai pada kemiskinan sama sekali tiada kebaikan; akankah Nabi bersabda, "Aku diperlihatkan surga; kebanyakan penduduknya miskin adanya"?

Nabi juga pernah menyebut betapa seorang miskin, kusut, compang-camping & tak laku; lebih baik dari sepenuh bumi si tampan berkekayaan.

Adalah 'Abdurrahman ibn 'Auf; si kaya yang penampilannya tak beda dengan budaknya, suatu hari menangis ketika dihidangkan roti lembut.

Tersedu dia berkata, "Mush'ab ibn 'Umair lebih baik dari kami. Dia tak pernah menikmati makanan seperti ini. Kala syahid di Uhud, ..." tiada kafan baginya selain selimut usang; kalau ditutupkan ke kepala terbuka kakinya, jika diselubungkan ke kaki tersingkap kepala.."

Tangisan 'Abdurrahman adalah sebab terkenang ungkapan Nabi saat melihat Mush'ab di Madinah; si tampan yang sejak hijrahnya menjadi papa.. kulitnya kering, mengelupas bagai ular berganti sisik, baju bertambal, tubuhnya kurus kurang gizi. Nabi menitikkan airmata & bersabda..

"Bagaimana kalian, jika dunia dibukakan, lalu masing-masing kalian berlimpah kekayaan & kemuliaan?", beliau pandangi sahabat-sahabatnya..

Mereka yang saat itu nyaris semua faqir adanya menjawab; "Jika demikian keadaan kami pastilah baik ya RasulaLlah!". Nabi menggeleng.. dengan pelupuk tergenang, "Tidak! Demi Allah! Demia Allah, kalian hari ini lebih baik daripada kalian pada hari itu!"

Maka tangis 'Abdurrahman adalah tangis iri; kepada mereka yang dikaruniai kematian di zaman ketika kesempitan menjadi urat persaudaraan.

Seperti tangis 'Umar ketika perbendaharaan Persia yang berlimpah bertimbun di Madinah. "Mengapa kau menangis hai Amirul Mukminin... padahal Islam dijayakan lewat kepemimpinanmu, & kaum muslimin dimakmurkan melalui dirimu?" 'Umar makin tersedu. "Jika ini kebaikan.. kata 'Umar sambil menunjuk timbunan harta itu; "Mengapa tidak terjadi di zaman RasuluLlah & Abu Bakr? Celaka! Mengapa di zamanku?"

Hari-hari ini kita mendengar bahwa menjadu kaya itu mulia; sekaligus bahwa miskin itu tercela. Tapi jika faktanya Nabi & sahabat utama.. lebih khawatir kan kekayaan daripada kemiskinan; menyebut lebih baiknya keadaan miskin daripada kaya; sudikah kita tuk memeriksa lagi?

Bahwa kaya & miskin, lapang & sempit, bahagia & duka; bukanlah ukuran mulia & tercelanya manusia. Kemuliaan ada pada sikap menjalaninya.

Bahwa Quran memuji Sulaiman yang berlimpah harta & sekaligus mengutuk Qarun si kaya. Lalu ia muliakan Ayyub yang sakit, berduka, & papa.

Allah mencela orang yang kala diberi kurnia mengatakan "Tuhanku memuliakanku" & saat disempitkan rizqi mengeluh "Tuhanku menghinakanku."

QS Al Fajr ayat 15-16 ini mencela rusaknya pola fikir ketika kebanyakan insan -yang beragama- menjadikan kekayaan sebagai ukuran mulia.

Dan Nabipun berdoa, "Wa laa taj'alid dunya akbara hammina, wa la mablagha 'ilmina.. Jangan jadikan dunia cita terbesar & tujuan ilmuku."

Saya bersaksi, benarlah Nabi tercinta; "Ni'mal malish shalih, li rajulish shalih! Sebaik-baik harta yang baik, di tangan lelaki baik."

Maka kekayaan itu kebaikan yang pujian padanya bersyarat; jika penggenggamnya mulia & bahkan memandang sebagai beban sebelum ditunaikan.

Tetapi memang demikianlah segala 'alat beramal kita di dunia; kekayaan, ilmu, kekuasaan, cinta; semua kemuliaannya tersandar pada nilai.

Pun demikian kemiskinan; ia menjadi tak layak dicela sebab Allah Maha Kuasa menjadikannya jalan kemuliaan bagi begitu banyak hamba.

Tentu intinya bukan soal miskin; melainkan sikap SABAR yang ada di dalamnya. Sebagaimana bukan kaya-nya; melainkan ungkapan syukurnya.

Salim sangat bersyukur dengan kehadiran para Gurunda yang membangkitkan semangat kita tuk jadi kaya; al. Gurunda @ipphoright & lainnya.

Sungguh tuk kebangkitannya, ummat hari ini memerlukan pilar-pilar kebaikan yang ditopang oleh berlimpahnya harta nan tak merasuki hati.

Ummat ini memerlukan sosok-sosok laiknya Abu Bakr, 'Utsman, 'Abdurrahman ibn 'Auf. Tapi tak kurang-kurangnya, Akhfiya'ul Atqiya'..

Mereka yang bertaqwa & tersembunyi, mereka yang miskin harta tapi doanya mengguncang 'Arsyi; hajat ummat atas mereka besar sekali.

Mu'adz ibn Jabal menangis di hadapan 'Umar menjelang ajal; sebab dia, karena ilmu & kedermawanannya telah terkecualikan dari Akhfiya'..

Kita hari-hari ini lalu merenungkan sabda Nabi; "Bukan syirik yang aku khawatirkan pada kalian sepeninggalku, melainkan jika dunia... dibentangkan pada kalian, lalu kalian saling berlomba memperolehnya hingga sebagian memukul sebagian yang lain!" (Muttafaq 'Alaih)

Maka demikianlah dunia dikhawatirkan Sang Nabi pada para sahabat yang beriman. Lalu bagaimana kita yang tertatih mengeja makna berislam?

Lalu izinkan Salim membawakan makna kekhawatiran itu; di tengah gegap gempita semangat kita tuk jadi kaya. Moga ia jadi rem nan berguna.

Moga Allah teguhkan kita beriman & beramal di segala keadaan; berbagi tanpa menanti penuhnya pundi; sedekah tak menunggu kaya berlimpah.

Bersabar tanpa harus terkena musibah; bersyukur sebab nikmatNya tak henti mengucur. Dua kendaraan yang sama-sama mengantar ke surga.

Mendidik diri tuk memiliki sikap utama (sabar & syukur) yang mengabadi, tetap lebih harus didahulukan daripada menjadi kaya yang fana.

Sebab bakda upaya yang semestinya; atau pilihan jua; menjadi miskin tak menghalangi Salman, Abu Hurairah, Bilal, & Ibn Mas'ud tuk mulia.

Demikian Shalih(in+at), maafkan Salim yang faqir ilmu & terlalu berani bicara tentang harta yang Salim-pun bukan ahlinya. Mohon maafkan.

Doakan istiqamah menasehati diri; Jalan Kaki Tidak Keki, Naik Mercy Tidak Grogi, Naik Angkot Tidak Sewot, Naik Garuda Tidak Jumawa.. :)

source: milis

Tuesday, September 13, 2011

Hidup Sehat Dengan Al-Quran



Kisah dari seorang ustadz...

Masa itu, saya dalam kondisi pengobatan. Trigliserid 3 kali lipat dari batas normal membuat saya sering meradang sebab vertigo. Dunia seperti jungkir balik dan saya pun berobat dengan seorang professor. Hasilnya, ada bbrp obat yg perlu dikonsumsi dan diet bbrp jenis makanan terlarang sesaat. Sy dianjurkan utk bnyk konsumsi buah & sayuran. Sy pun 'terpaksa' nurut demi kesembuhan.

Msh teringat jelas saat suatu pagi sy diminta berceramah. Di sbh keluarga berada di daerah Radio Dalam, Jakarta. Usai acara sy dipersilakan menikmati makanan. Sy pun menyambut ajakan tuan rumah. Sblm tiba di meja makan prasmanan, sy persilakan seorg yg 'paling sepuh' di sana utk mengambil jamuan. Maka 'kakek' itu mengambil makanan dan sy berdiri kedua dlm giliran.

Sy menyaksikan betapa sang kakek mengambil semua makanan yg disajikan. Tdk ada yg terlewat, sementara sy hny mengambil sayur & buah.

Usai mengambil makanan, sy sengaja duduk di sisi beliau. "Masya Allah....!" Sy berdecak kagum melihat piring beliau 'munjung' dgn makanan. Sementara sy yg jauh lbh muda hny seperempat piring sj terisi sayur & buah. Terus terang sy merasa iri kpdnya.

Saat duduk di sampingnya, sy berujar, "Belum ada pantangan makan ya pak?!" Beliau tersenyum dan berkata, "Coba ustadz terka berapa umur saya...?!"
Sy menjawab dgn senyum seraya menerka, "Enam puluh tiga... Enam puluh lima... Enam puluh tujuh..." Anehnya, stp kali sy coba menerka umur, beliau selalu menggeleng dan tersenyum sambil berkata bahwa terkaan sy salah.

Tiga kali sy menerka selalu salah. Demi Allah, paras tubuhnya memberi isyarat kpd sy bhw umur beliau blm lbh dr kisaran 60-an. Hingga sy mulai menampakkan mimik bingung di wajah.

Rupanya si kakek menikmati permainan tebak umur itu dgn saya. Dalam kebingungan yg sy alami, beliau tetap tersenyum dan mulai menjelaskan dgn ujarnya, "Coba ustadz lihat di rambut kepala saya... Adakah uban di sana...? Kacamata yg sy pakai ini bukan minus atau plus. Mata sy msh awas & terang, Alhamdulillah. Ini sy gunakan hny utk menangkal sinar terik matahari.... Umur saya Alhamdulillah baru 83 tahun!!!"

Sy terperanjat mendengar ujar beliau. Gak masuk akal bagi sy umur beliau 83 thn tanpa uban di kepala. Semntara sy yg berusia 30-an sdh bnyk sekali uban bertabur. Apalg sy menggunakan kacamata minus tebal. Merasa tertarik dgn fakta ini sy kejar beliau dgn tanya menyusul, "Apa resepnya bisa hidup sehat, pak?!"

Beliau tersenyum dan membalas tanya sy dgn sbh pertanyaan, "Ustadz, suka baca Al Quran?!" Sy merasa aneh dgn pertanyaan ini. Dlm batin sy berkata, "saya ini ustadz... Masa ditanya kayak begituan?!"
Saya jawab beliau, "Ya, sy suka baca Al Quran!"

"Brp kali dlm sehari...?" Kejar beliau. "Minimal sekali dlm sehari. Rutin ba'da subuh sy membacanya" ujar saya.
"Oooo...., cuma sekali. Jadi lbh banyak makan dong daripada baca Al Quran?!" Lanjutnya.

Terus terang sy merasa terhina dgn ucapan beliau. Tp refleks sy lgsg bertanya, "Apa hubungan baca Al Quran dgn hidup sehat & awet muda?!"

Beliau jawab pertanyaan sy dgn bijak kali ini sambil menjelaskan, "Ustadz...., sampai kini guru saya msh hidup. Beliau tinggal di Sumatera Barat. Umur beliau saat ini 97 tahun, dan Alhamdulillah kemanapun ia masih menyetir mobil sendiri. Beliau sehat di usianya yg senja... Resep ini sy dapat dari beliau. Resep yg amat mudah dan simple; yaitu MEMPERBANYAK BACA AL-QURAN DARI KANAN KE KIRI bukan sebaliknya...."

Subhanallah... Sy bergumam. Kagum dan syukur sy mendapat sbh ilmu berharga ttg kesehatan dari seorg kakek di siang itu. Saat itu sy baru menyadari sbh hikmah mengapa Allah pilih bahasa arab utk Al Quran. Rupanya ayat 2 dalam surat Yusuf yg sering sy baca, baru kini sy mengerti salah satu hikmahnya.

Selamat hidup sehat dgn Al Quran, sobat!

Source: milis