Thursday, February 26, 2009

Adakah Yang Mendoakan Saya ?

Seorang caleg terkenal sekaligus pengusaha sukses jatuh sakit. Sudah 7 hari ia dirawat di ICU. Ketika orang-orang terlelap dalam tidur malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si caleg yang terbaring tak berdaya. Malaikat memulai pembicaraan, jika dalam waktu 2x24 jam ada 40 orang berdo'a buat kesembuhanmu, maka kau akan sembuh. Sebaliknya jika dalam kurun waktu itu, jumlahnya belum terpenuhi, kau akan meninggal dunia!

'Kalau hanya mencari 40 orang, itu soal mudah ... pikir si caleg/pengusaha ini dengan PD-nya. Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Malam keduanya, tepat pukul 23:00, malaikat kembali mengunjunginya, dengan antusiasnya si caleg (pengusaha) bertanya, apakah besok pagi aku sudah sembuh ? pastilah banyak yang berdo'a buat aku, jumlah karyawanku tidak kurang dari 1000 orang... , belum lagi pengikutku di partai, jumlahnya puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang.

Dengan lembut si Malaikat berkata, wahai ‘Fulan’, aku sudah berkeliling kesana kemari mencari suara hati yang berdo'a buatmu... tapi sampai saat ini baru ada 3 orang, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya sulit sekali kalau dalam waktu dekat ini ada tambahan 37 orang yang berdo'a buat kesembuhanmu'.

Tanpa menunggu reaksi dari si caleg/pengusaha, lalu malaikat menunjukkan layar besar berupa TV, siapa 3 orang yang berdo'a buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri... di sebelahnya ada 2 orang anak kecil...putra putrinya yang berdo'a dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka'.

Kata Malaikat, aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu' Kembali terlihat dimana si istri sedang berdo'a jam 2:00 pagi menjelang subuh.

Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam karir politiknya, bahkan kalaupun dia memberikan sumbangan, kadang hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri. Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya.

Tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya. Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si caleg/pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa.

Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdo'a 37 orang ! Dengan setengah bergumam dia bertanya, apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku, pengikutku tidak ada yang berdo'a buatku ?

Jawab si Malaikat, ada beberapa yang berdo'a buatmu, tapi mereka tidak tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah.

Si caleg/pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata,
wahai ’Fulan’, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu !!
Kau akan sembuh, karena ada 37 orang yang berdo'a buatmu tepat jam 24:00.

Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 37 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu. Bukankah itu Panti Asuhan? kata si pengusaha pelan.

Benar ’Fulan’, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu dibalik kedermawanan, kadang kamu mencari popularitas, menarik perhatian pemerintah dan para pendukung partai, NAMUN bulan lalu kamu sembunyi-sembunyi dan tulus menyantuni anak yatim.

Tadi pagi, salah seorang anak yatim panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang caleg/pengusaha terkenal sudah 7 hari di rawat ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menyantuni mereka dan akhirnya anak-anak yatim panti asuhan sepakat untuk shalat tahajud berjamaah lalu diakhiri dengan berdo'a buat kesembuhanmu.

Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, cobalah mendoakan kebaikan dengan tulus. Mungkin saja saat itu dia dalam keadaan butuh dukungan do'a.

Sunday, February 22, 2009

Kupu-kupu

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain disana.

"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa yang kau risaukan..?" Anak muda itu menoleh kesamping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?" Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. "Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.

Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat
ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak
naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah. " Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.
"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri." Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

***

Teman, mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.

Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah
memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

Friday, February 20, 2009

Bersyukur

Saya Bersyukur Untuk Istri
Yang memberiku makanan yang sama dengan malam kemarin
Karena Istriku DIRUMAH malam ini,
dan TIDAK bersama orang lain ... :)

BERSYUKUR UNTUK SUAMI
Yang duduk bermalasan di Sofa
Sambil baca koran males-malesan,
Karena doi bersama aku dirumah
dan Tidak keluyuran ... apalagi ke Bar malem ini.

Bersyukur untuk anakku
Yang selalu PROTES dirumah
Karena artinya .... dia sedang dirumah
dan TIDAK sedang keluyuran di jalanan

BERSYUKUR untuk Pajak yang saya bayar
karena artinya ...
Saya bekerja ... atau Punya penghasilan ...

BERSYUKUR untuk rumah yang berantakan.. . .
Karena artinya saya masih punya kesempatan
melayani orang-orang yang mengasihi saya ...

BERSYUKUR untuk baju yang mulai kesempitan
karena artinya ...
Saya bisa lebih dari cukup untuk makan ...

BERSYUKUR pada Bayangan yang mengikutiku
Karena artinya ...
Aku tidak disilaukan oleh Matahari ...

BERSYUKUR untuk Kebun yang harus dirapikan dan perkara yang harus
dibetulkan dirumah .. !!

Karena artinya ... saya punya Rumah !!!

BERSYUKUR akan berita orang yang lagi DEMO .
karena artinya
Kiat masih PUNYA kebebasan untuk berbicara

BERSYUKUR untuk dapat tempat parkir yang paling jauh ..
Karena artinya saya masih bisa berjalan kaki .
dan diberkati dengan kendaraan yang saya bisa bawa ..

BERSYUKUR untuk Cucian ...
Karena artinya .... saya punya baju yang bisa dipakai ..

BERSYUKUR karena kepenatan dan kelelahan kerja setiap hari ..
karena artinya ... SAYA MAMPU bekerja keras setiap hari ... J

BERSYUKUR mendengar Alarm yang mengganggu di pagi hari ..

Karena artinya ... SAYA MASIH HIDUP ...

AKHIRNYA ... BERSYUKUR dengan banyaknya E-mail yang masuk .

KARENA ARTINYA SAYA MASIH PUNYA ANDA YANG MEMPERHATIKAN SAYA..!!

Thursday, February 19, 2009

Mencari Tuhan di Penggorengan Pisang Raja

Ada salah satu prilaku kita yang sering terjadi adalah "Ngurusi yang bukan urusannya", dampaknya adalah hidup tidak tentram. Hidup tidak tentram, akan berdampak pada kesehatan diri maupun kesehatan tatanan masarakat.

Ada empat kelompok kehidupan manusia;
(1) Hidup tentram dengan berkelimpahan harta;
(2) Hidup tidak tentram dengan berkelimpahan harta;
(3) Hidup tentram dengan tidak berkelimpahan harta; dan
(4) Hidup tidak tentram dengan tidak berkelimpahan harta.

Kesempatan ini, akan diambil kasus masalah "hidup tentram dengan tidak berkelimpahan
harta", tidak berkelimpahan harta dalam tulisan ini, bukan berarti hidupnya kekurangan, namun hidup yang tidak berkelebihan harta berlimpah ruah, namun ketentramannya sangat berlimpah ruah.

Tulisan ini sudah diterbitkan di Harian Waspada pada tanggal 26 Mei 2008, dihalaman
bisnis dan teknologi, dengan judul "Mencari Tuhan di Penggorengan Pisang Raja", maaf kami belum bisa menyebutkan penulisnya, sebab sampai sekarang belum menemukan penulisnya.

Sore hari terasa lezat jika disisipi beberapa potong pisang goreng dan teh manis hangat. Setelah lelah berdiri beberapa jam menyampaikan materi pelatihan, laju mobil mengantarkan saya ke sebuah warung gorengan yang tidak jauh dari komplek perhotelan mentereng di negeri ini. Kaca mata bisnis saya selalu saja senang memperhatikan geliat orang-orang yang berani menolong diri sendiri dan keluarganya melalui usaha halal dalam bentuk apapun. Melihat warung ini, saya mencoba mengkalkulasikan kira-kira berapa besar nilai bisnisnya.

Bagaimana pengelolaannya, bagaimana pemasarannya, teknik jual si pelayan dan berbagai hal-hal teoritis lainnya. Seorang paruh baya menyodorkan sepiring pisang goreng ke hadapan saya sambil tersenyum ramah dan berbasa-basi mempersilahkan saya untuk mencicipinya sekaligus menanyakan minuman apa yang saya minati. Pemilik wajah yang begitu teduh dan damai itu bernama Sudiro yang akhirnya saya tahu bahwa panggilan akrabnya adalah Wak Diro.

Menikmati pisang goreng terasa lebih hangat dengan obrolan ringan bersama Wak Diro.
Dalam guyonan yang mengalir saya tahu ternyata Wak Diro adalah perantau asal Kudus yang sudah 16 tahun menjual gorengan pisang. Dalam satu hari ia bisa menghabiskan satu tandan besar dan hasil penjualannya bisa menyekolahkan ke empat anaknya hingga menjadi sarjana. Wak Diro rupanya jebolan fakultas teknik universitas negeri tertua di Jogjakarta, walau ia hanya bisa sampai semester 5.

"Kenapa tidak bisnis yang lain Wak? Atau menjadi pegawai negeri?" tanya saya menyelidik. Belum sempat menjawab pertanyaan saya, ia menundukkan badan tanda permisi kepada saya karena datang satu mobil Kijang Inova baru yang mendekat. Ternyata mobil itu dikemudikan oleh istrinya yang mengantarkan sesuatu.
Pikiran saya berputar tak tentu. Tanpa sadar saya sedang menakar kantong orang tua ini. "Seorang penjual pisang goreng mampu menguliahkan keempat anaknya hingga sarjana dan kini didepan mata saya, si Istri datang dengan mobil baru yang tidak murah harganya".

Bukan cari uang.

Sekali lagi saya jarah lagi semua sudut warung kecil itu. Penataan dagangan lumayan menarik, tetapi tidak istimewa. Kualitas produknya berupa gorengan juga terasa sama seperti pisang goreng ditempat lain. Atmosfir warung juga sama seperti warung-warung lain, walau yang ini terlihat lebih bersih dan terjaga. Sarana promosi sangat sederhana, hanya tulisan Pisang Goreng Panas yang ditulis tangan dengan kuas biasa. Daftar harga tercetak di selembar kertas terlaminasi yang ditempel di dinding sebelah kiri. Ada dua orang pegawai yang membantu menggoreng, membuat minuman dan melayani pelanggan sekaligus. Tetapi jumlah pembelinya silih berganti, tidak sederas air pancuran, tetapi datang satu-satu seperti tiada henti.

Tak lama kemudian istri Wak Diro pergi, kata Wak Diro, istrinya harus mengantar beberapa kertas tisue ke lima cabangnya yang lain. Dan informasi itu membuat saya memilih untuk bertahan lebih lama demi mengetahui apa rahasia sukses bisnis ini.

Setelah melewati beberapa basa-basi, lalu ia bertanya kepada saya, "Mas, sampean apa
percaya sama Gusti Allah?". Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab, karena saya tidak bisa memperkirakan kemana arah pemikirannya.

Lalu tanpa menunggu jawaban saya, Wak Diro menjelaskan bahwa dalam 8 tahun terakhir Ia tidak lagi mencari uang semata, tapi Ia mencari Tuhan. "Uang bagi saya hanyalah sekadar bonus atas pencarian dan pengabdian saya ke Gusti Allah".

Seperti pengakuan kebanyakan manusia, Ia meyakini bahwa hanya Tuhan yang sanggup mengarahkan dirinya kepada kondisi apapun."Mas, saya bukan jualan pisang goreng
lho", aku Wak Diro, "Saya ini sedang membantu orang-orang agar bisa beribadah dengan baik". "Wow..." pikir saya, apakah penjual pisang goreng ini masih waras?

"Saya ini senang membantu banyak orang dengan mengganjal perutnya agar ibadah shalat Ashar dan Maghrib-nya berjalan dengan baik, karena jam makan malam biasanya setelah Shalat Isya" terang Wak Dirno. Saya mulai memahami apa maksud kalimat Wak Diro sebelumnya, "Uang bagi saya hanyalah sekadar bonus atas pencarian dan pengabdian saya ke Gusti Allah".

Kini saya paham, mengapa ia begitu ramah menyambut tamu-tamunya, kualitas gorengan tetap terjaga baik ukuran maupun takarannya dan ruangan kedai ini tetap terjaga kebersihannya. Jelas bukan karena sekadar mencari uang, tetapi Wak Diro sedang beribadah. Mencari keridhaan Tuhan. Seperti dijanjikan Allah ketika kita bersyukur, maka nikmat itu terus bertambah dan mengalir lancar.

Saya benar-benar terbayang betapa saya dan banyak sahabat saya yang kerja mati-matian siang -malam hanya sekadar mencari uang. Bayangan itu begitu asam terasa setelah mendengar pengakuan Wak Diro itu. Betapa Wak Diro sudah menemukan kunci dasar sukses bisnis. Ia tidak sekadar menjual jajanan, ia muncul dengan alasan yang lebih
mulia. Pisang goreng hanya media mendapatkan ridha Sang Khalik. Semua bentuk kerja dan bisnis dikerjakannya dengan menghadirkan batin, tulus dan iklas.

Khawatir

"Bagian saya adalah mempermudah ibadah orang lain, bagian Gusti Allah menjaga saya Mas"
"Saya hanya pasrah dan memohon agar selalu dituntun Gusti Allah" aku Wak Diro. "Apapun langkah saya, saya percaya Gusti Allah akan menyelamatkan saya. Jika saya dibawa ke kubangan kerbau sekalipun, saya tetap percaya kalau itu adalah kehendak Gusti Allah dengan maksud tertentu agar saya mendapatkan hikmah atas perjalanan itu".

Menyelesaikan pisang terakhir, saya bertanya, "Wak, apakah sampean tidak khawatir dengan kenaikan BBM?", dengan ringan Wak Diro menjawab, "Lha wong, saya sudah serahkan hidup saya ke Gusti Allah, kok mesti kuatir?". Sambil mengulurkan uang kembalian ke saya, ia berujar, "Saya kan cuma kawulo, apakah pantas kalau saya ikut campur tangan 'ngatur kerjaan Kanjeng Gusti?"

Hidup adalah pilihan, kita bisa memilih hidup tentram atau hidup sengsara. Ketentraman dan kesengsaraan fokus utamanya bukan terletak di banyak atau sedikitnya
harta, namun lebih terletak pada "Kita mau menyerahkan hidup ke yang mengurus kehidupan atau tidak". Itu saja pilihannya..

Kita itu sering aneh, selalu ngurusi yang bukan urusannya. Berani menghadapi hidup tentram, tanpa selalu merasa terhimpit aneka permasalahan!!!
Bagaimana Pendapat anda ???