Wednesday, October 15, 2008

Perbuatan akan bercahaya bila berbahan bakar keikhlasan.

SEORANG kawan senang betul salat sunnah kalau ia berada di kota lain. Memang, Rasulullah mengatakan bahwa jika kita bepergian jauh, begitu sampai di tempat tujuan segera menegakkan salat sunnah dua rakaat. Itu merupakan tanda syukur kita sudah sampai dengan selamat.

Suatu hari dia pergi ke satu tempat. Sebagaimana biasa, ia mencari masjid atau musala. Layaknya orang yang mau salat, kawan ini mencari toilet dan tempat wudu. Tapi, langkah dia tiba-tiba terhenti saat melihat seseorang yang sepertinya dikenali. Sebut saja bernama Waluyo, kawan SMP yang sangat pintar.

Untuk sementara dia tertegun. "Tidak salahkah penglihatanku? " tanyanya pada diri sendiri. Waluyo yang tengah membersihkan toilet dan tempat wudu itu diamati beberapa saat. Pria itu berbaju khas merbot masjid; kaosan, celana buntung, dengan peci haji yang didongakkan ke belakang kepala.

Waluyo tengah mengepel.

"Assalamualaikum. ..," sapa dia dengan hati-hati, khawatir salah mengenali seseorang. Ternyata penglihatannya tidak salah. Yang di depan mata benar-benar Waluyo, kawan dia. Waluyo juga mengenali diri dia, dan menanyakan urusan datang ke kota ini.

Masih di koridor tempat wudu masjid tersebut, kawan ini melanjutkan pertanyaan, "Kenapa Waluyo hanya jadi merbot masjid? Dan, kenapa mau?"
Yang ditanya tersenyum. "Memangnya ada yang salah dengan kerjaan ini?
Kan, bagus. Dengan saya menjadi merbot, masjid ini jadi bersih. Kalau bersih, kan yang salat jadi senang. Betah. Akhirnya saya pun dapat pahalanya," ujar Waluyo.

"Tapi, penghasilannya kan tidak sepadan. Lagian Waluyo kan dulu pintar. Cerdas. Sangat cerdas malah. Selalu ranking. Kok, kayaknya gimana, gitu....?"

Waluyo kembali tersenyum, dengan tangan kiri tetap mengelap sisi pinggir tempat wudu.
"Gimana kalau Waluyo ikutan sama saya?"
"Maksudnya?"
"Ya, kerja sama saya.

Waluyo bisa saya gaji lebih besar dari penghasilan sebagai merbot ini.

Ngomong-ngomong jadi merbot digaji nggak?"
"Nggak."
"Wuah, apalagi nggak.
Sudah kerja sama saya saja. Pendidikan terakhir?"
"Sarjana elektro," katanya.

"Waduh, tambah nggak pantaslah. Masak sarjana elektro jadi merbot. Yang beginian mah, maaf, nggak perlu tamatan elektro. Cukup tamat SD saja.

Maaf ya, Mas. Cuma rasanya, gimana gitu saya melihatnya.. .."

"Ya, sudah," jawab Waluyo, "Salat saja dulu. Nanti kita ngobrol lagi. sambil ngopi, biar saya buatkan sekalian."

Kawan ini pun mengambil air wudu, sambil tetap mikirin Waluyo.

Kala dia mau mengambil posisi salat, seorang anak muda yang tampaknya juga merbot masjid bertanya : "Pak Haji, Bapak kenal Pak Haji Waluyo, ya?"
"Iya. Dia kawan saya waktu di SMP, dulu...."
"Pak Haji, Pak Haji Waluyo itu yang bangun ini masjid.
Dia orang kaya disini...." kata anak muda tersebut dengan datar.
"Orangnya baik, Pak.Rendah hati. Sederhana. Padahal amalnya buanyak...."

Tidak berhenti di sini, si anak muda itu pun bercerita bahwa Haji Waluyo adalah pengusaha alat-alat listrik dan toko bangunan yang maju. Dia pengusaha daerah yang sangat cinta masjid. Dia mengaku dapat semua keberkahan ini karena sangat menjaga salat berjamaah dan mencintai masjid.

Makanya, kala sukses, dia membangun masjid kecil ini.
Begitulah cita-cita dia. Bahkan dia berangan-angan untuk berkhidmat pada hamba-hamba Allah yang salat di masjidnya. Pelanggan-pelanggan nya pun tahu kalau mau mencari Haji Waluyo, temui saja di masjid dia.
Masya Allah.

Hati kawan ini tiba-tiba saja merasa malu. Ia telah merendahkan "jabatan" merbot masjid. Apalagi, ternyata Waluyo inilah yang berada di balik pembangunan masjid tersebut. Dia berpikir, andai "merbot" tersebut adalah diri dia, dan orang menyangkanya sebagai pembersih masjid, pasti Bakal diluruskan, "Maaf, saya lho yang membangun masjid ini. Saya mah kebetulan saja senang membersihkan masjid."

Masya Allah, Waluyo adalah sosok lain. Dia justru menyembunyikan amalnya. Ikhlas nian. Kawan ini beristigfar. Tanpa perlu gembar-gembor, Allah sudah membanggakan hamba-hamba- Nya yang ikhlas. Allah yang bangga terhadapnya, dan membuat anak muda tadi berbicara tentang siapa sebenarnya Waluyo. Keikhlasannya membuat Waluyo bercahaya.

Bahkan makin bercahaya.

"... Dan sembahlah

Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.. ."

(Q.S. al-A'raf:29)