Thursday, June 30, 2011

Kisah Nenek Pemungut Daun Halaman Masjid


Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid.Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya.

Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat, pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya, kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhir tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad saw. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya.”

Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur. Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw.

Tuesday, June 21, 2011

KETIKA SEORANG BIJAK DI TANYA


1. Siapakah manusia yang kondisinya paling buruk?

Ia menjawab: Seseorang yang kuat syahwatnya, jauh cita-citanya, pendek hidupnya dan sempit bashirah-nya (mata hatinya).

2. Dengan apa seorang manusia membalas dendam kepada musuhnya?

Ia menjawab: dengan memperbaiki dirinya.

3. Apa itu sifat dermawan?

Ia menjawab: Hendaklah engkau menyumbangkan hartamu dan wara’ dari harta yang bukan milikmu.

4. Bagaimana aku tahu mana teman yang tulus ikhlas?

Ia menjawab: Kalau dia memintamu, jangan dikasih, dan mintalah sesuatu darinya, jika ia tetap memberi, itulah dia teman sejati, dan jika ia tidak memberinya, maka, cukuplah Allah sebagai tempat meminta pertolongan.

5. Apa yang menjadi kesenanganmu?
Ia menjawab, sehari saja saya selamat dan aman!

Maka ditanyakan kepadanya: Bukannya sepanjang hari engkau selamat dan aman?

Ia menjawab: Yang dimaksud dengan ‘selamat dan aman’ adalah ada satu hari berlalu dan engkau tidak berbuat dosa pada hari itu.

6. Seorang bijak berkata: Manusia ada empat; dermawan, pelit, berlebihan dan ekonomis.

Dermawan yaitu seseorang yang memberikan jatah dunianya untuk akhiratnya.

Seorang pelit yaitu seseorang yang tidak memberikan jatahnya, baik untuk dunia maupun untuk akhirat.

Seorang musrif (yang berlebihan) adalah seseorang yang menggabungkan seluruh jatahnya untuk urusan dunia.

Seorang yang muqtashid (ekonomis) adalah seseorang yang memberikan kepada masing-masing jatahnya; dunia untuk dunia dan akhirat untuk akhirat.

7. Seorang bijak berkata: ada empat hal baik, namun, ada empat hal lebih baik;

a. Sifat malu dari kaum lelaki adalah baik, namun, sifat malu yang dimiliki kaum perempuan lebih baik.

b. Keadilan dari semua manusia adalah baik, namun, keadilan dari para hakim dan pemimpin adalah lebih baik.

c. Taubat dari seseorang yang sudah tua adalah baik, namun, taubat dari seorang muda lebih baik.

d. Derman bagi orang kaya adalah baik, namun, derma dari kaum fakir adalah ahsan.

8. Jika engkau bertanya kepada seorang mulia, maka biarkan ia berfikir, sebab ia tidak berfikir kecuali yang terbaik.

Dan jika engkau bertanya kepada seorang yang buruk (tercela), maka segerakan, agar wataknya tidak memberi isyarat kepadanya untuk berkata: “Jangan lakukan”!

9. Manakah yang lebih afdhal; ulama atau orang kaya?

Ia menjawab: Ulama lebih baik

Ditanyakan kepadanya: Lalu kenapa para ulama mendatangi pintu-pintu orang kaya?! Dan kami tidak melihat orang-orang kaya mendatangi pintu-pintu para ulama?!

Ia menjawab: Sebab para ulama mengetahui keutamaan harta, sementara orang-orang kaya tidak mengetahui keutamaan ilmu.

10. Dalam hal kebajikan, manusia ada empat macam; ada yang memulai, ada yang melakukannya dalam rangka berqudwah.

Dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena tidak ada kesempatan dan diantara mereka ada yang meninggalkannya karena memandangnya sebagai sesuatu yang terbaik.

a. Adapun yang melakukannya dalam rangka memulai, maka ia adalah seorang yang mulia.

b. Ada pula yang melakukannya karena mencontoh dan berteladan, maka ia adalah seorang yang bijaksana.

c. Ada juga yang meninggalkannya karena menganggap baik, maka ia adalah seorang bodoh.

d. Dan ada pula yang meninggalkannya karena tidak mendapatkan kesempatan, maka ia adalah seseorang yang celaka.

Source: milis Iqro