Tuesday, June 5, 2012
Keutamaan dan Keberkahan Senin dan Kamis
Oleh : Dr. Nashir bin Abdirrahman bin Muhammad al Juda’i
1. Diantara keutamaan dan keberkahannya, bahwa pintu-pintu surga di buka pada dua hari tersebut, yaitu Senin dan Kamis. Pada saat inilah orang-orang Mukmin diampuni, kecuali dua orang Mukmin yang sedang bermusuhan.
Dalil yang menguatkan hal ini adalah hadits yang termaktub dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Pintu-pintu Surga di buka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Muslim)
Keutamaan dan keberkahan berikutnya, bahwa amal-amal manusia diperiksa di hadapan Alloh pada kedua hari ini. Sebagaimana yang terdapat dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda:
“Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Alloh dalam setiap pekan (Jumu’ah) dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang di antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan…” (HR. Muslim)
Karena itu, selayaknya bagi seorang Muslim untuk menjauhkan diri dari memusuhi saudaranya sesama Muslim, atau memutuskan hubungan dengannya, ataupun tidak memperdulikannya dan sifat-sifat tercela lainnya, sehingga kebaikan yang besar dari Allah Ta’ala ini tidak luput darinya.
2. Keutamaan hari Senin dan Kamis yang lainnya, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sangat antusias berpuasa pada kedua hari ini.
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia mengatakan,
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis”. (HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
“Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. At Tirmidzi dan lainnya)
Dalam shahih Muslim dari hadits Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab,
“Hari tersebut merupakan hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya Al-Qur’an kepadaku pada hari tersebut.” (HR.Muslim)
Ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Tidak ada kontradiksi antara dua alasan tersebut.” (Lihat Subulus Salam)
Berdasarkan hadits-hadits di atas maka di sunnahkan bagi seorang Muslim untuk berpuasa pada dua hari ini, sebagai puasa tathawwu’ (sunnah).
3. Keutamaan lain yang dimiliki hari Kamis, bahwa kebanyakan perjalanan (safar) Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam terjadi pada hari Kamis ini.
Beliau menyukai keluar untuk bepergian pada hari Kamis. Sebagaimana tercantum dalam Shahih Bukhari bahwa Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Sangat jarang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam keluar (untuk melakukan perjalanan) kecuali pada hari Kamis.”
Dalam riwayat lain juga dari Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu:
“Bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam keluar pada hari Kamis di peperangan Tabuk, dan (menang) beliau suka keluar (untuk melakukan perjalanan) pada hari Kamis.” (HR.Bukhori)
Di nukil dari Kitab “Amalan dan Waktu yang Diberkahi”, penulis: Dr. Nashir bin Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i, penerbit Pustaka Ibnu Katsir
Source: AbuzubairWP
Monday, June 4, 2012
Beginilah Para Ulama Mendidik Anak
Mewariskan Harta dan Buku, untuk Pendidikan Anak
Sebagaimana dikatakan oleh Imam As Syafi’i, bahwa ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan 6 perkara, salah satunya adalah harta atau materi. Oleh karena itu, para ulama tidak tanggung-tanggung merogoh kocek, guna kelangsungan pendidikan anak-anak mereka.
Siapa yang tidak mengenal Imam As Suyuthi (991 H),seorang ulama besar yang memiliki lebih dari 600 karya. Menguasai berbagai macam disiplin keilmuan dalam Islam, hafal lebih dari 200 ribu hadits. Bahkan ia mengakui bahwa parangkat ijtihad sudah ia miliki. Dan waktu berumur 21 sudah menghasilkan karya. Salah satu karya yang amat populer bagi masyarakat muslim Indonesia adalah Tafsir al Jalalain
Kehebatan beliau tidak lepas dari pendidikan dan jerih payah ayahnya dalam mempersiapkan pendidikannya. Ayahnya telah mempersiapkan sebuah perpustakaan yang langkap dengan berbagai macam kitab, sebelum As Suyuthi lahir, sehingga ulama Syafi’iyah ini dijuluki sebagai Ibnu Al Kutub (anak buku), karena beliau terlahir di sela-sela tumpukan buku. Maka tidaklah heran, jika semasa mudah As Suyuthi sudah menguasai banyak rujukan.
Ibnu Al Jauzi (510 H), seorang ulama ternama dalam madzhab Hambali juga banyak mendapatkan warisan dari sang ayah, guna menopang pendidikannya. Hal ini terungkap, tatkala ia memberi nasehat kepada anak-anaknya, agar senantiasa bersabar dalam mencari ilmu, dan senantiasa menjaga kehormatan diri. Beliau menulis dalam Laftah Al Kabid, fi Nashihati Al Walad, tentang nasehatnya kepada anaknya, sewaktu mereka masih kecil: ”Ketahuilah wahai anakku, bahwa ayahku adalah seorang yang kaya, dan telah meninggalkan ribuan harta. Ketika aku baligh, ia memberiku 20 dinar dan 2 rumah. Lalu aku mengambi dinar untuk kubelanjakan buku, lalu aku jual rumah dan aku gunakan uangnya unyuk mencari ilmu, hingga harta itu habis tidak tersisa. Ayahmu tidak terhina dikarenakan mencari ilmu, sehingga berkeliling ke negeri-negeri untuk mencari belas kasih orang lain. Aku merasa kecukupan, Allah berfirman: ”Barang siapa bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar dan member rizki dengan cara yang tidak disangka-sangka”.
Lalu beliau mengatakan, ”Maka, bersungguh-sungguhlah wahai anakku untuk tetap menjaga kehormatanmu, hingga tidak mencari-cari dunia yang akan menghinakan pemiliknya. Ada yang mengatakan bahwa, barang siapa qona’ah terhadap roti, maka ia tidak akan menjadi hamba bagi manusia”.
Ibnu Al Jauzi berani menempuh kesusahan di saat beliau mencari ilmu, antara lain kesusahan dalam rezeki, akan tetapi beliau tetap bersabar. Hingga ketika ilmu yang beliau peroleh sudah amat banyak, maka rezekilah yang mendatanginya (Lihat biografi beliau dalam Tadzkirah Huffadz, Imam ad Dzahabi, 4/1347).
Yahya bin Ma’in (233 H) juga tidak kalah hebatnya, guru Imam Bukhari ini mendapatkan warisan dari ayahnya sebesar 1 juta dirham dan 50 ribu dinar. Semua itu dihabiskan Yahya untuk mencari hadits, sehingga sandalpun ia tidak memilikinya. Dari harta itu, Yahya memiliki 114 rak yang penuh buku (lihat, Tahdzib At Tahdzib, Al Atsqalani, 11/282).
Begitu juga Imam As Syaibani Al Kufi (189 H), salah satu murid Imam Abi Hanifah, beliau pernah mengatakan:”Ayahku mewariskan kepadaku 30 ribu dirham. Aku gunakana 15 ribu untuk ilmu nahwu dan syair, dan sisanya untuk hadits dan fiqih (lihat, Tarikh Al Bagdad, Khotib, 2/173)
Begitu pula yang dialami Hisham bin Ammar At Tsulami (245 H), guru dari Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan yang lain. Ayahnya relah menjual rumah mereka seharga 20 dinar, untuk ongkos ke Madinah, dalam rangka mendengar hadits dari Imam Malik (lihat, Tahdzib Al Kamal, Al Mizzi, 3/1144)
Tidak jauh beda dengan pengorbanan orang tua dari Ali Bin Ashim Al Wasithi (201 H), salah seorang Hafidz Bagdad, yang juga menjadi syeikh Imam Ahmad dan Yahya Ad Duhli (guru Imam Al Bukhari). Dimana suatu saat, ayahnya mengatakan kepadanya,”Telah aku berikan uang sebesar 100 ribu dinar, dan aku tidak mau melihat wajahmu, kecuali setelah kamu mendapatkan 100 ribu hadits!” (lihat, Tadzkirah Al Huffadz, Ad Dzahabi, 1/317).
Tidak jauh bereda antara ulama klasik dan ulama kontemporer, Syeikh Badru Al Alim, Muhadits India, yang ikut memberi ta’liq (komentar) kepada Faidhu Al Bari, syarah (penjelasan) dari Shohih Al Bukhari, yang ditulis oleh Al Muhadits Anwar Syah Al Kashmiri, juga mempersiapkan pendidikan anak-anaknya dengan baik. Saat awal-awal ia bermukim di Madinah, beliau membeli kitab Al Ajwibah Al Fadhilah, yang ditulis oleh Imam Laknawi, padahal usia beliau sudah tua, dan tidak mampu lagi membaca.
Akhirnya beliau menyatakan kepada Syeikh Abu Ghuddah, muridnya”Kamu tahu bahwa aku tidak mampu lagi membacanya, akan tetapi, aku membelinya untuk kuwariskan kepada keluarga dan anak-anakku, itu lebih baik bagi mereka daripada warisan yang berupa harta”. (Lihat, Shofhat min Shabri Al Ulama, 300)
Memilih Rezeki Halal, untuk Pendidikan Anak
Para ulama tidak hanya mewariskan harta untuk pendidikan anak-anak mereka, akan mereka juga menjaga agar harta yang diberikan kepada anak-anak mereka adalah harta yang bersih syubhat dan halal. Karena, bersih tidaknya harta juga mempengaruhi bersih tidaknya ilmu yang diperoleh.
Adalah Kamal Al Ambari (513 H), penulis Nuzhah Al Auliya, yang juga seorang ulama nahwu, yang memiliki harta pas-pasan. Mendapat rumah dari warisan ayahnya, dan hanya mengandalkan sewa kedai, yang dalam sebulan cuma menghasilkan setengah dinar.
Suatu saat khalifah Al Mustadhi’ mengirimkan utusan kepadanya, dengan membawa uang 500 dinar, untuk diberikan kepadanya. Akan tetapi Al Ambari menolak. Akan tetapi utusan tersebut mengatakan, ”Kalau engkau tidak mau, berikanlah harta ini kepada anakmu”. Al Ambari menjawab,”Jika aku yang menciptakannya, maka akulah yang memberinya rezeki”
Perkataan Al Ambari menunjukkan bahwa Allah telah mengatur rizki anaknya, hingga ia tidak perlu menerima memberikan hadiyah itu kepada anaknya, yang mana ia sendiri enggan menerima harta pemberian penguasai, karena wara’ (hati-hati).
Ulama: Guru dan Sahabat Anaknya dalam Mencari Ilmu
Hal yang tidak bisa ditinggalkan dalam mendidik adalah keteladanan. Jika orang tua menginginkan anaknya mencintai ilmu, maka ia sendiri juga harus mencintai ilmu, hingga bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Para ulama sendiri mengajak anak-anaknya untuk bersama-sama melakukan perjalanan dan belajar dengan para ulama lain. Semisal Asad bin Al Furat (213 H), seorang murid Imam Malik, yang sudah diajak ayahnya “menjelajah” sejak ia berumur 2 tahun, untuk mencari ilmu, bersama-sama dengan pasukan Arab, menuju Qairawan, Tunis, dan belajar Al Qur’an di negeri itu, lalu meriwayatkan Al Muwatha’ dari Ibnu Ziyad. (lihat, Syajarah An Nura Az Zakiyah, 62).
Begitu pula Imam As Suyuthi (991 H), sejak berumur 3 tahun sudah dibawah ayahnya menghadiri majelis Ibnu Hajar Al Atsqalani. Wafatnya sangh ayah tidak bererti pendidikan si anak harus dilalaikan. Ayah Suyuthi sebelum wafat sudah berwashiyat kepada Kamaluddin bin Hammam, ulama masa itu untuk mendidik As Suyuthi.
Hal yang sama dilakukan oleh ayah dari Ibnu Mulaqqin, guru dari Ibnu Hajar Al Atsqalani dari Mesir. Sebelum menjadi yatim, ayahnya telah menitipkan pendidikannya kepada seoarang ulam yang bernama Syeikh Isa Al Maghribi, seorang yang biasa mentalqin (membacakan) Al Qur’an, kepada para penuntut ilmu, hingga ia lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Mulaqqin (anak pentalqin). Beliau adalah ulama yang paling banyak karyanya di zaman itu.
Imam Sam’ani (562 H), sejak berumur 4 tahun, ayahnya, Imam Abu Bakar menghadirkannya ke beberapa ulama, seperti Ali Abdu Al Ghaffar As Sairazi, Abu ‘Ala Al Qushairi, dan beberapa ulama. Lalu saat ia berumur 9 tahun, ayahnya membawanya ke Naisabur. Tidak hanya itu, setelah ia pulang ke Marwa pada umur 38 dan menikah, anaknya yang bernama Abu Mudhafar yang masih berumur 3 tahun pun ia bawa bersamanya kembali ke Naisabur dalam rangka berguru kepada beberapa ulama di sana. (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah, As Subki, 7/180).
Imam Abu Al Waqt As Sijzi (553 H), yang disebut Imam Ad Dzahabi sebagai Syeikh Al Islam, yang juga merupakan guru Ibnu Al jauzi, sudah melakukan perjalanan mencari ilmu sejak umur 7 tahun. Ia memiliki kisah yang amat dahsyat, tatkala melakukan perjalanan mencari ilmu bersama ayahnya.
Suatu saat ia bertutur kepada salah satu muridnya Yusuf bin Ahmad As Syairazi:”Wahai anakku, aku telah melakukan perjalanan untuk menyimak As Shahih dengan berjalan bersama ayahku, dari Harat menuju Dawudi. Umurku belum ada 10 tahun. Saat melakukan perjalanan, ayahku memberiku dua batu, jika aku terlihat lelah, maka ia menyuruhku untuk melempar satu batu, lalu aku melanjutkan perjalanan. Kadang ia bertanya,”engkau sudah lelah?”, maka aku menjawab,”belum”. “Kenapa jalanmu lamban?”. Maka aku cepatkan langkahku, hingga aku tidak mempu lagi, lalu ia menggendongku”.
Suatu saat mereka berpapasan dengan rombongan petani. Dan mereka menyeru kepada ayah As Sijzi, wahai Syeikh Isa, biarkan anak ini naik kendaraan bersama kami, kita bersama-sama menuju Bushanj. Maka ayahnya mengatakan, “Aku berlindung kepada Allah, dari naik kendaraan ketika mencari hadits, akan tetapi kami memilih jalan”.
Ketika bertemu dengan Abdul Baqi Al Harawi, ia menawariku manisan, aku menjawab,”Wahai tuan, saya lebih mencintai satu juz dari Abu Jahm lebih baik daripada makan manisan”. Ia tersenyum dan mengatakan,”jika yang masuk makanan, yang keluar adalah omongan”.
Lihat, bagaimana ayah As Sijzi dalam mendidik anaknya, hingga anak yang masih kecil itu sudah memiliki kecintaan yang tinggi terhadap hadits. Dan bagaimana ayah As Sijzi, mengajari anaknya menjaga azzam, guna melawan rasa capek selam melakukan perjalanan. dengan menggunakan sarana batu.
Begitu pula banyak para ulama, disamping menjadi ayah, juga menjadi guru bagi anak-anaknya, semisal Kamal Al Ambari (077 H) memperolah hadits dari ayahnya, Tajuddin As Subki (771 H), mengambil ilmu dari ayahnya, Taqiyuddin As Subki. Bagitu pula Abu Zur’ah Al Iraqi mendapatkan ilmu dari ayahnya Hafidz Al Iraqi, hingga ia meneruskan syarah Tharhu At Tasrib yang telah disyarah Hafidz Al Iraqi sebelum wafat. Juga amat banyak periwayat hadits yang mengambil dari ayah, kakek dan seterusnya.
Begitu juga Imam As Syaukani penulis Nail Al Authar, telah membaca kitab Al Azhar, fiqih madzhab Zaidiyah dari ayahnya. Ada kisah menarik dalam hal ini, yang mencerminkan kekritisan Imam As Syaukani. Di sela-sela proses belajar dengan ayahnya, ia bertanya: “Ayah mengatakan, ini madzhab Hanafi, ini madzhab Fulani, mana yang benar dari pendapat-pendapat ini?” Ayahnya menjawab: “yang benar adalah pendapat yang dirajihkan Imam Al Hadi”. Imam As Syaukani pun menanggapi:”Tidak mungkin ijtihad Imam Al Hadi benar semua, pasti ada yang salah. Maka, bagaimana kita tahu pendapat itu benar?” Akhirnya ayah Syaukani membawanya berguru kepada beberapa ulama di Yaman.
Selalu memantau hasil belajar anak
Tidak hanya mengajar atau memilih guru yang baik. Akan tetapi para ulama juga memantau hasil belajar si anak. Simak penuturan Tajuddin As Subki (771H):”Aku jika datang dari seoarang syeikh, maka ayahku (Taqiyuddin As Subki) berkata kepadaku,”tunjukkan apa yang telah kamu peroleh, yang kamu baca dan yang kamu dengar”. Maka, aku menerangkan tentang hal-hal yang telah kuperoleh dalam majelis. Jika aku pulang dari Ad Dzahabi, ia berkata,”tunjukkan yang telah engkau dapat dari syeikhmu”. Jika aku pulang dari Syeikh Najmuddin Al Qahfazi, ia mengatakan,”yang kau dapat dari masjid Thingkiz”. Jika aku pulang dari Syeikh Syamsuddin Ibnu Naqib, maka ia mengatakan,”yang kamu dapati dari Syamiyah”. Jika aku pulang dari Syeikh Abu Abbas Al Andarsy, ia mengatakan, ”yang kau dapati dari masjid”. Jika aku pulang dari Hafidz Al Mizzi, ia mengatakan,”yang kamu peroleh dari As Syeikh”. Ia melafadzkan kata As Syeikh dengan fashih, dan meninggikan suaranya. Aku mengerti, bahwa itu bertujuan agar aku juga ikut merasakan kebesaran nama Al Mizzi, hingga aku lebih banyak mendatangi majelisnya”. (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah, As Subki, 10/399).
Hasilnya, tidak diragukan lagi. Tajuddin As Subki menjadi ulama yang cukup diperhitungkan, khususnya di kalangan muhaditsin dan madzhab As Syafi’i. Sehingga Al Mizzi menginginkan murid-muridnya mencatat As Subki dalam kelompok ulama thabaqat ulya (tingkatan tertinggi), begitu juga Imam Ad Dzahabi, menginginkan hal yang sama, walau usia As Subki masih relatif muda, Ad Dzahabi menilainya sebagai muhadits jayyid (baik). Akan tetapi orang tuanya, Taqiyuddin memprotes, cukup thabaqat pemula. Akan tetapi para gurunya juga tidak terima. Akhirnya As Subki dimasukkan thabaqat wustha (tingkatan pertengahan).
Secara tidak langsung, Taqiyuddin mengajari anaknya, Tajuddin, agar senantiasa rendah hati, walau ilmunya sudah hamper setara dengan para gurunya.
Source: fimadani
Wednesday, May 30, 2012
4 Golongan Lelaki Akan Ditarik Masuk Neraka Oleh Wanita
Di akhirat nanti ada 4 golongan lelaki yg akan ditarik masuk ke neraka oleh wanita. Lelaki itu adalah mereka yg tidak memberikan hak kpd wanita dan tidak menjaga amanah itu.
Mereka ialah:
1. Ayahnya
Apabila seseorang yg bergelar ayah tidak mempedulikan anak2 perempuannya didunia. Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti mengajar solat,mengaji dan sebagainya Dia membiarkan anak2 perempuannya tidak menutup aurat. Tidak cukup kalau dgn hanya memberi kemewahan dunia saja. Maka dia akan ditarik ke neraka oleh anaknya.
Duhai lelaki yg bergelar ayah, bagaimanakah hal keadaan anak perempuanmu sekarang?. Adakah kau mengajarnya bersolat & saum?..menutup aurat?.. pengetahuan agama?.. Jika tidak cukup salah satunya, maka bersedialah utk menjadi bahan bakar neraka jahannam.
2. Suaminya
Apabila sang suami tidak mempedulikan tindak tanduk isterinya. Bergaul! bebas di pejabat, memperhiaskan diri bukan utk suami tapi utk pandangan kaum lelaki yg bukan mahram. Apabila suami mendiam diri walaupun seorang yg alim dimana solatnya tidak pernah bertangguh, saumnya tidak tinggal, maka dia akan turut ditarik oleh isterinya bersama-sama ke dlm neraka.
Duhai lelaki yg bergelar suami, bagaimanakah hal keadaan isteri tercintamu sekarang?. Dimanakah dia? Bagaimana akhlaknya? Jika tidak kau menjaganya mengikut ketetapan syari’at, maka terimalah hakikat yg kau akan sehidup semati bersamanya di ‘taman’ neraka sana .
3. Kakak Lelakinya
Apabila ayahnya sudah tiada,tanggungjawab menjaga kehormatan wanita jatuh ke bahu kakak-kakaknya dan saudara lelakinya. Jikalau mereka hanya mementingkan keluarganya saja dan adiknya dibiar melenceng dari ajaran Islam,tunggulah tarikan adiknya di akhirat kelak.
Duhai lelaki yg mempunyai adik perempuan, jgn hanya menjaga amalmu, dan jgn ingat kau terlepas… kau juga akan dipertanggungjawabkan diakhirat kelak…jika membiarkan adikmu bergelumang dgn maksiat… dan tidak menutup aurat.
4. Anak2 lelakinya
Apabila seorang anak tidak menasihati seorang ibu perihal kelakuan yg haram disisi Islam. bila ibu membuat kemungkaran mengumpat, memfitnah, mengata dan sebagainya…maka anak itu akan disoal dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak….dan nantikan tarikan ibunya ke neraka.
Duhai anak2 lelaki…. sayangilah ibumu…. nasihatilah dia jika tersalah atau terlupa…. krn ibu juga manusia biasa… x lepas dr melakukan dosa… selamatkanlah dia dr menjadi ‘kayu api’ neraka….jika tidak, kau juga akan ditarik menjadi pendampingnya.
Lihatlah…..betapa hebatnya tarikan wanita bukan saja di dunia malah diakhirat pun tarikannya begitu hebat. Maka kaum lelaki yg bergelar ayah/suami/kakak atau anak harus memainkan peranan mereka.
Firman Allah S.W.T; “Hai anak Adam, peliharalah diri kamu serta ahlimu dari api neraka dimana bahan bakarnya ialah manusia, jin dan batu-batu….”..!!!!
Monday, May 28, 2012
Tiga Tanda Kematian
Dikisahkan bahwa malaikat maut (Izrail) bersahabat dengan Nabi Ya'kub AS. Suatu ketika Nabi Ya'kub berkata kepada malaikat maut. "Aku menginginkan sesuatu yang harus kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita."
"Apakah itu?" tanya malaikat maut. "Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku." Malaikat maut berkata, "Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku." Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah.
Setelah beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Nabi Ya'kub. Kemudian, Nabi Ya'kub bertanya, "Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?"
"Aku datang untuk mencabut nyawamu." Jawab malaikat maut. "Lalu, mana ketiga utusanmu?" tanya Nabi Ya'kub. "Sudah kukirim." Jawab malaikat, "Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bungkuknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Ya'kub, itulah utusanku untuk setiap bani Adam."
Kisah tersebut mengingatkan tentang tiga tanda kematian yang akan selalu menemui kita, yaitu memutihnya rambut; melemahnya fisik, dan bungkuknya badan. Jika ketiga atau salah satunya sudah ada pada diri kita, itu berarti malaikat maut telah mengirimkan utusannya. Karena itu, setiap Muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi utusan tersebut.
Kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh setiap manusia sebagaimana yang telah ditegaskan dalam firman Allah SWT, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS Ali Imran [3]: 185).
Karena itu, kita berharap agar saat menghadapi kematian dalam keadaan tunduk dan patuh kepada-Nya. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS Ali Imran [3]: 102).
Tidaklah terlalu penting kita akan mati, tapi yang terpenting adalah sejauh mana persiapan menghadapi kematian itu. Rasulullah SAW mengingatkan agar kita bersegera untuk menyiapkan bekal dengan beramal saleh. Bersegeralah kamu beramal sebelum datang tujuh perkara: kemiskinan yang memperdaya, kekayaan yang menyombongkan, sakit yang memayahkan, tua yang melemahkan, kematian yang memutuskan, dajjal yang menyesatkan, dan kiamat yang sangat berat dan menyusahkan." (HR Tirmidzi).
Bekal adalah suatu persiapan, tanpa persiapan tentu akan kesulitan dalam mengarungi perjalanan yang panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, "Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS Al-Baqarah [2]: 197).
KISAH Percakapan RASULULLAH SAW dengan IBLIS
Ketika Nabi saw. sedang bersama para sahabatnya di kediaman salah satu sahabat Anshar, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu rumah. Kemudian terdengar suara orang dari luar rumah.
Iblis : Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku. Aku akan menyampaikan banyak hal kepada kalian.
Nabi saw : Itu Iblis la’natullah. La’nat Allah bersamanya.
Mengetahui bahwa itu Iblis, Umar ingin membunuhnya.
Nabi saw : Sabar, wahai Umar. Bukankah engkau mengetahui bahwa Allah memberinya kesempatan (bertobat atau sesat) hingga hari kiamat? Bukakan pintu untuknya. Aku telah mengetahui bahwa ia telah diperintahkan oleh Allah untuk datang ke sini. Pahamilah apa yang hendak ia katakan. Dengarkan dengan seksama.
Pintu lalu dibuka oleh Ibnu Abbas r.a. Seorang kakek cacat satu mata berdiri di sana. Janggutnya hanya 7 helai, mirip rambut kuda. Bertaring, mirip taring babi. Bibirnya seperti bibir sapi.
Iblis : Salam untukmu Muhammad. Salam untuk yang hadir.
Nabi saw : Salam hanya milik Allah SWT. Sebagai makhluk terlaknat, apa keperluanmu?
Iblis : Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa.
Nabi saw : Siapa yang memaksamu?
Iblis : Seorang malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata kepadaku:
“Allah SWT memerintahkan kepadamu untuk mendatangi Muhammad, merendahkan dirimu, sambil memberi tahu kepadanya caramu menggoda manusia. Jawab dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, jika berdusta satu kali saja, maka Allah membuat dirimu menjadi debu yang ditiup angin.”
Sekarang aku ada di hadapanmu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sebuah kemalanganpun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.
Nabi saw : Kalau kau benar jujur, manusia mana yang paling kau benci?
Iblis : Kamu, kamu, dan orang sepertimu (sambil menunjuk Nabi saw dan sahabat) adalah makhluk Allah yang paling kubenci.
Nabi saw : Siapa selanjutnya?
Iblis : Pemuda bertakwa yang mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.
Nabi saw : Siapa lagi?
Iblis : Orang Alim (ilmuwan) lagi wara’ (loyal kepada ajaran Islam).
Nabi saw : Siapa lagi?
Iblis : Seorang fakir sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain.
Nabi saw : Apa tanda kesabarannya?
Iblis : Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, maka Allah SWT memberikan pahala kepadanya.
Nabi saw : Selanjutnya siapa lagi?
Iblis : Orang kaya yang bersyukur.
Nabi saw : Apa tanda-tanda kesyukurannya?
Iblis : Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya (yang halal), dan mengeluarkannya (dengan rela dan ikhlas) juga dari tempatnya.
Nabi saw : Menurutmu, seperti apa Abu Bakar?
Iblis : Ia tidak pernah mau menuruti ajakanku pada masa jahiliyah, apalagi ketika sudah masuk islam.
Nabi saw : Kalau Umar bin Khattab?
Iblis : Demi Allah, setiap berjumpa dengannya aku takut sekali. Aku pasti kabur menghindarinya.
Nabi saw : Bagaimana dengan Usman bin Affan?
Iblis : Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.
Nabi saw : Ali bin Abi Thalib?
Iblis : Aku berharap kepalaku selamat (tidak lepas), menghindarinya, dan ia mau melepaskanku. Tetapi ia tidak mau melakukannya. (Sebab ia selalu berzikir kepada Allah SWT).
Nabi saw : Apa yang kau rasakan ketika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?
Iblis : Aku merasa panas dingin dan gemetar.
Nabi saw : Kenapa?
Iblis : Setiap hamba bersujud sekali kepada Allah, Allah meninggikan derajatnya satu tingkat.
Nabi saw : Jika seorang umatku shaum?
Iblis : Tubuhku terasa terikat erat sampai ia berbuka.
Nabi saw : Jika ia berhaji?
Iblis : Aku seperti orang gila.
Nabi saw : Jika ia membaca al-Qur’an?
Iblis : Aku merasa meleleh laksana timah yang dibakar di atas api.
Nabi saw : Jika ia bersedekah?
Iblis : Orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji.
Nabi saw : Mengapa bisa begitu?
Iblis : Dalam sedekah itu ada 4 keuntungannya. 1) keberkahan pada hartanya. 2) hidupnya disukai (banyak orang). 3) Sedekah itu kelak menjadi hijab dirinya dengan api neraka, dan 4) segala musibah terhalau darinya.
Nabi saw : Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?
Iblis : Suara ringkikan dan derap kaki kuda ketika perang jihad di jalan Allah.
Nabi saw : Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?
Iblis : Tauubat orang yang bertaubat.
Nabi saw : Apa yang dapat membakar hatimu?
Iblis : Istighfar yang dilantunkan siang dan malam.
Nabi saw : Apa yang dapat mencoreng wajahmu?
Iblis : Sedekah yang dilakukan diam-diam.
Nabi saw : Apa yang dapat menusuk matamu?
Iblis : Shalat fajar (shubuh).
Nabi saw : Apa yang dapat memukul keras kepalamu?
Iblis : Shalat berjamaah.
Nabi saw : Apa yang paling mengganggu pikiranmu?
Iblis : Majelis (bertemunya) para ulama (merembukkan suatu kebaikan).
Nabi saw : Bagaimana cara makanmu?
Iblis : Dengan jari-jari tangan kiriku.
Nabi saw : Di manakah kau menaungi anak-anakmu pada musim panas?
Iblis : Di bawah kuku manusia yang kotor.
Nabi saw : Siapa temanmu?
Iblis : Pemakan riba.
Nabi saw : Siapa sahabatmu?
Iblis : Pezina.
Nabi saw : Siapa teman tidurmu?
Iblis : Pemabuk.
Nabi saw : Siapa tamumu?
Iblis : Pencuri.
Nabi saw : Siapa utusanmu?
Iblis : Tukang sihir.
Nabi saw : Apa yang membuatmu gembira?
Iblis : Orang yang bersumpah palsu dan perceraian (suami istri).
Nabi saw : Siapa kekasihmu?
Iblis : Orang yang meninggalkan shalat Jum’at.
Nabi saw : Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?
Iblis : Orang yang meninggalkan shalatnya dengan sengaja.
Nabi saw : Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu.
Iblis : Tidak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari kiamat. Bagaimana kalian bisa bahagia, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tidak melihatku. Demi yang menciptakan diriku dan memberikanku kesempatan hingga hari kiamat, aku akan menyesatkan mereka. Yang bodoh, yang pintar, yang bisa membaca dan yang buta huruf, yang durjana dan yang shaleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas.
Nabi saw : Siapa orang yang ikhlas menurutmu?
Iblis : Tidakkah kau tahu wahai Muhammad bahwa siapa saja yang mneyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak suka dinar dan dirham, tidak suka pujian sanjungan, aku bisa pastikan ia orang ikhlas. Maka aku akan meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta, sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, boleh jadi ia nantinya sangat patuh padaku.
Iblis : Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku punya 70.000 anak. Setiap anak dibantu 70.000 syaithan. Sebagian aku tugaskan mengganggu ulama. Sebagian mengganggu anak muda. Sebagian mengganggu orang tua. Sebagian mengganggu wanita tua. Sebagian anakku kutugaskan kepada para zuhud (yang mencintai akhirat daripada dunia).
Ada anakku yang suka mengencingi telinga manusia yang menyebabkan orang itu tertidur pada shalat berjamaah. Tanpanya, manusia tidak akan mengantuk pada waktu shalat berjamaah.
Ada anakku yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama. Mereka lalu tertidur dan pahalanya terhapus.
Ada anakku yang senang berada di lidah manusia. Jika seseorang melakukan kebajikan, kemudian ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya terhapus.
Pada setiap wanita yang berjalan di luar rumah, anakku dan syaithan pendampingnya duduk di pinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar orang-orang memandanginya. Syaithan berkata kepada perempuan itu agar mengulurkan tangannya. Perempuan itu mengulurkan tangannya, lalu syaithan menghiasi kukunya.
Anak-anakku menyusup dan berubah bentuk satu kondisi ke kondisi lain, dari satu pintu ke pintu lainnya, untuk menggoda manusia sampai mereka terhempas dari rasa ikhlas mereka. Akhirnya mereka menyembah Allah tanpa keikhlasan, namun mereka tidak merasa. Tahukah kamu, Muhammad, bahwa ada seorang rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya, sembuh dari penyakitnya seketika. Tetapi aku terus menggodanya hingga ia berzina, membunuh, dan kufur.
Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku? Akulah makhluk pertama yang berdusta. Pendusta adalah sahabatku. Siapa saja yang bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku.
Tahukah kau Muhammad, aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya? Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gossip) dan namimah (adu domba) adalah kesenanganku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa, walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab siapa saja yang membiasakan dengan kata-kata cerai, istrinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat, maka semua anak-anaknya itu adalah anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kata: cerai.
Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur-ulur waktu shalatnya. Setiap ia hendak berdiri untuk shalat, aku bisikkan padanya bahwa waktu masih panjang, kamu masih sibuk. Lalu ia menundanya sampai akhirnya ia melaksanakan shalat di luar waktu. Shalatnya itu akan dipukulkan ke mukanya.
Jika ia berhasil mengalahkanku, kubiarkan ia shalat. Namun kubisikkan ke telinganya: ‘lihat kiri dan kananmu’, iapun menoleh. Kuusap pula dengan tanganku dan kucium keningnya seraya membisikkan ke telinganya: ‘shalatmu tidah sah’. Bukankah kamu tahu Muhammad, bahwa orang yang banyak menoleh dalam shalatnya akan dipukul mukanya nanti. Jika ia shalat sendirian, kusuruh ia bergegas. Shalatnya pun seperti ayam yang mematuk beras.
Jika ia berhasil mengalahkanku lalu ia shalat berjamaah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam melakukannya. Kamu tahu bahwa hal seperti itu bisa membatalkan shalatnya dan kelak wajahnya akan diubah menjadi wajah keledai?
Jika ia berhasil mengalahkanku, kutiup hidungnya hingga ia menguap dalam shalat. Jika ia tidak menutup mulutnya, syaithan akan masuk ke dalam dirinya. Di dalam sana akan kubuat ia bertambah serakah dan gila dunia. Ini akan membuat dirinya semakin taat kepadaku.
Kebahagiaan apa yang engkau dapatkan, sementara aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan shalat. Shalat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak perlu shalat. Jika kehidupanmu telah berubah baru kamu wajib shalat. Jika ini terjadi, ia mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan shalat, maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan.
Wahai Muhammad, demi yang menciptakanku jika aku berdusta maka Allah akan menjadikan aku debu. Bagaimana mungkin engkau bisa bergembira dan bangga dengan umatmu sementara seperenam dari mereka kukeluarkan dari islam?
Nabi saw : Berapa hal yang kau pinta dari Tuhanmu?
Iblis : Ada 10 macam.
Nabi saw : Apa saja itu?
Iblis : Pertama
Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia. Allah mengizinkan. “Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. Dan janjikanlah mereka. (Tetapi) tidaklah janji setan kecuali itu semua tipuannya” (QS. Al-Isra: 64). Aku akan makan dari harta yang tidak dizakatkan. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba. Kumakan juga dari makanan yang tidak dibacakan atas nama Allah.
Kedua
Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan (bersetubuh) dengan istrinya tanpa berlindung kepada Allah. Setan akan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithan.
Ketiga
Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan yang berjalan bukan untuk tujuan yang halal.
Keempat
Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.
Kelima
Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku.
Keenam
Aku minta agar Allah menjadikan syair (dari penyair) sebagai Qur’anku.
Ketujuh
Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku.
Kedelapan
Aku minta agar Allah memberikanku saudara, yaitu orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat. Allah berfirman
“Orang-orang yang boros adalah saudara-saudara syaithan.” (QS. Al-Isra: 27)
Kesembilan
Wahai Muhammad, aku minta agar Allah mambuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku (dengan seizin Allah SWT, hanya sebagian dari mereka yang melihatku).
Kesepuluh
Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah menjawab, “silahkan”, dan aku bangga dengan kemampuan tersebut hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.
Wahai Muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang. Aku hanya bisa mambisikkan dan menggoda. Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun! Sebagaimana dirimu, kamu tidak dapat memberi hidayah sedikitpun. Engkau hanya Rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Bahkan engkau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara hidupnya.
Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. Sementara orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.
Nabi saw berkata:
“Mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati Allah” (QS. Hud: 118-119)
“Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku” (QS. Al-Ahzab: 38)
Iblis : Wahai Muhammad Rasulullah, takdir telah ditentukan dan tinta pena telah lama kering. Mahasuci Allah yang telah menjadikanmu pemimpin para nabi dan rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin makhluk-makhluk celaka dan pemimpin penduduk neraka jahanam. Aku ini si celaka yang terusir. Inilah yang ingin aku sampaikan kepadamu. Dan aku tak berbohong.
Sunday, April 22, 2012
22 Tanda Iman Anda Sedang Lemah
Ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan iman sedang lemah. Setidaknya ada 22 tanda yang dijabarkan dalam artikel ini. Tanda-tanda tersebut adalah:
1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan.
Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan, sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486)
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86)
2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah:74)
3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)
4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679)
Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.”
Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.
5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)
6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya.
Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal:2)
7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)
8. Ketika Anda tidak merasa marah ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Ghirah Anda padam. Anggota tubuh Anda tidak tergerak untuk melakukan nahyi munkar. Bahkan, raut muka Anda pun tidak berubah sama sekali.
Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila dosa dikerjakan di bumi, maka orang yang menyaksikannya dan dia membencinya –dan kadang beliau mengucapkan: mengingkarinya–, maka dia seperti orang yang tidak menyaksikannya. Dan, siapa yang tidak menyaksikannya dan dia ridha terhadap dosa itu dan dia pun ridha kepadanya, maka dia seperti orang yang menyaksikannya.” (Abu Daud, hadits nomor 4345).
Ingatlah, pesan Rasulullah saw. ini, “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (Bukhari, hadits nomor 903 dan Muslim, hadits nomor 70)
9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget!
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18)
Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, “Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya.” (Bukhari, hadits nomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321)
Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, “Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir.” (Bukhari, nomor 6729)
“Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420).
Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50)
“Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?” tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong.” (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)
10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Shahihul Jami’, 2678)
11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allah swt. benci dengan perbuatan seperti itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat.” (Ash-Shaff:2-3)
Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.
12. Ketika Anda merasa gembira dan senang jika ada saudara sesama muslim mengalami kesusahan. Anda merasa sedih jika ada orang yang lebih unggul dari Anda dalam beberapa hal.
Ingatlah! Kata Rasulullah saw, “Tidak ada iri yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harga, ia menghabiskannya dalam kebaikan; dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (Bukhari, hadits nomor 71 dan Muslim, hadits nomor 1352)
Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., “Orang Islam yang manakah yang paling baik?” Rasulullah saw. menjawab, “Orang yang muslimin lain selamat dari lisan dan tangannya.” (Bukhari, hadits nomor 9 dan Muslim, hadits nomor 57)
13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya.” (Muslim, hadits nomor 1599)
Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, “Gak apa. Ini kan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!” Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.
14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., “Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air di embermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya.” (Silsilah Shahihah, nomor 1352)
Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, dan barangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga.” (Bukhari, hadits nomor 593)
15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin seperti hadits Rasulullah ini, “Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala.” (Silsilah Shahihah, nomor 1137)
16. Ketika Anda memutuskan tali persaudaraan dengan saudara Anda. “Tidak selayaknya dua orang yang saling kasih mengasihi karean Allah Azza wa Jalla atau karena Islam, lalu keduanya dipisahkan oleh permulaan dosa yang dilakukan salah seorang di antara keduanya,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari, hadits nomor 401)
17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama. Padahal, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah.” (Ash-Shaff:14)
18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji.” (Al-Ankabut:2)
Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil. “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim)
19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal, perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. “Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (Shahihul Jami’, nomor 5633)
20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir.” (Muslim)
21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda.
Bukankah Allah swt. telah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa’:53)
Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (Al-Qashash:55)
Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (Bukhari dan Muslim)
22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup.
Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31). Bahkan, Allah swt. menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’:26)
Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah.” (Al-Silsilah Al-Shahihah, nomor 353).
Oleh: Mochamad Bugi
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Sunday, February 12, 2012
Sekolah 5 Senti
Oleh: Rhenald Kasali *
Setiap kali berkunjung ke Yerusalem, saya sering tertegun melihat orang-orang Yahudi orthodox yang penampilannya sama semua. Agak mirip dengan China di era Mao yang masyarakatnya dibangun oleh dogma pada rezim otoriter dengan pakaian ala Mao. Di China, orang-orang tua di era Mao jarang senyum, sama seperti orang Yahudi yang baru terlihat happy saat upacara tertentu di depan Tembok Ratapan. Itupun tak semuanya. Sebagian terlihat murung dan menangis persis di depan tembok yang banyak celahnya dan di isi kertas-kertas bertuliskan harapan dan doa.
Perhatian saya tertuju pada jas hitam, baju putih, janggut panjang dan topi kulit berwarna hitam yang menjulang tinggi di atas kepala mereka. Menurut Dr. Stephen Carr Leon yang pernah tinggal di Yerusalem, saat istri mereka mengandung, para suami akan lebih sering berada di rumah mengajari istri rumus-rumus matematika atau bermain musik. Mereka ingin anak-anak mereka secerdas Albert Einstein, atau sehebat Violis terkenal Itzhak Perlman.
Saya kira bukan hanya orang Yahudi yang ingin anak-anaknya menjadi orang pintar. Di Amerika Serikat, saya juga melihat orang-orang India yang membanting tulang habis-habisan agar bisa menyekolahkan anaknya. Di Bekasi, saya pernah bertemu dengan orang Batak yang membuka usaha tambal ban di pinggir jalan. Dan begitu saya intip rumahnya, di dalam biliknya yang terbuat dari bambu dan gedek saya melihat seorang anak usia SD sedang belajar sambil minum susu di depan lampu templok yang terterpa angin.
Tapi tahukah anda, orang-orang yang sukses itu sekolahnya bukan hanya 5 senti?
Dari Atas atau Bawah ? Sekolah 5 senti dimulai dari kepala di bagian atas. Supaya fokus, maka saat bersekolah, tangan harus dilipat, duduk tenang dan mendengarkan. Setelah itu, apa yang di pelajari di bangku sekolah diulang dirumah, di tata satu persatu seperti melakukan filing, supaya tersimpan teratur di otak. Orang-orang yang sekolahnya 5 senti mengutamakan raport dan transkrip nilai. Itu mencerminkan seberapa penuh isi kepalanya. Kalau diukur dari kepala bagian atas, ya paling jauh menyerap hingga 5 sentimeter ke bawah.
Tetapi ada juga yang mulainya bukan dari atas, melainkan dari alas kaki. Pintarnya, minimal harus 50 senti, hingga ke lutut. Kata Bob Sadino, ini cara goblok. Enggak usah mikir, jalan aja, coba, rasain, lama-lama otomatis naik ke atas. Cuma, mulai dari atas atau dari bawah, ternyata sama saja. Sama-sama bisa sukses dan bisa gagal. Tergantung berhentinya sampai dimana.
Ada orang yang mulainya dari atas dan berhenti di 5 senti itu, ia hanya menjadi akademisi yang steril dan frustasi. Hanya bisa mikir tak bisa ngomong, menulis, apalagi memberi contoh. Sedangkan yang mulainya dari bawah juga ada yang berhenti sampai dengkul saja, seperti menjadi pengayuh becak. Keduanya sama-sama berat menjalani hidup, kendati yang pertama dulu bersekolah di ITB atau ITS dengan IPK 4.0. Supaya bisa menjadi manusia unggul, para imigran Arab, Yahudi, China, dan India di Amerika Serikat menciptakan kondisi agar anak-anak mereka tidak sekolah hanya 5 senti tetapi sekolah 2 meter. Dari atas kepala hingga telapak kaki. Pintar itu bukan hanya untuk berpikir saja, melainkan juga menjalankan apa yang dipikirkan, melakukan hubungan ke kiri dan kanan, mengambil dan memberi, menulis dan berbicara. Otak, tangan, kaki dan mulut sama-sama di sekolahkan, dan sama-sama harus bekerja. Sekarang saya jadi mengerti mengapa orang-orang Yahudi mengirim anak-anaknya ke sekolah musik, atau mengapa anak-anak orang Tionghoa di tugaskan menjaga toko, melayani pembeli selepas sekolah.
Sekarang ini Indonesia sedang banyak masalah karena guru-guru dan dosen-dosen nya – maaf- sebagian besar hanya pintar 5 senti dan mereka mau murid-murid nya sama seperti mereka. Guru Besar Ilmu Teknik (sipil) yang pintarnya hanya 5 senti hanya asyik membaca berita saat mendengar Jembatan Kutai Kartanegara ambruk atau terjadi gempa di Padang. Guru besar yang pintarnya 2 meter segera berkemas dan berangkat meninjau lokasi, memeriksa dan mencari penyebabnya. Mereka menulis karangan ilmiah dan memberikan simposium kepada generasi baru tentang apa yang ditemukan di lapangan.Yang sekolahnya 5 senti hanya bisa berkomentar atas komentar-komentar orang lain. Sedangkan yang pandainya 2 meter cepat kaki dan ringan tangan.Sebaliknya yang pandainya dari bawah dan berhenti sampai di dengkul hanya bisa marah-marah dan membodoh-bodohi orang-orang pintar, padahal usahanya banyak masalah.
Saya pernah bertemu dengan orang yang memulainya dari bawah, dari dengkul nya, lalu bekerja di perusahaan tambang sebagai tenaga fisik lepas pantai. Walau sekolahnya susah, ia terus menabung sampai akhirnya tiba di Amerika Serikat. Disana ia hanya tahu Berkeley University dari koran yang menyebut asal sekolah para ekonom terkenal.Tetapi karena bahasa inggris nya buruk, dan pengetahuannya kurang, ia beberapa kali tertipu dan masuk di kampus Berkeley yang sekolahnya abal-abal. Bukan Berkeley yang menjadi sekolah para ekonom terkenal. Itupun baru setahun kemudian ia sadari, yaitu saat duitnya habis. Sekolah tidak jelas, uang pun tak ada, ia harus kembali ke Jakarta dan bekerja lagi di rig lepas pantai.
Dua tahun kemudian orang ini kembali ke Berkeley, dan semua orang terkejut kini ia bersekolah di Business School yang paling bergengsi di Berkeley. Apa kiatnya? "Saya datangi dekannya, dan saya minta diberi kesempatan . Saya katakan, saya akan buktikan saya bisa menyelesaikannya. Tetapi kalau tidak diberi kesempatan bagaimana saya membuktikannya?"Teman-teman nya bercerita, sewaktu ia kembali ke Berkeley semua orang Indonesia bertepuk tangan karena terharu. Anda mau tahu dimana ia berada sekarang?Setelah meraih gelar MBA dari Berkeley dan meniti karir nya sebagai eksekutif, kini orang hebat ini menjadi pengusaha dalam bidang energy yang ramah lingkungan, besar dan inovatif.Saya juga bisa bercerita banyak tentang dosen-dosen tertentu yang pintarnya sama seperti Anda, tetapi mereka tidak hanya pintar bicara melainkan juga berbuat, menjalankan apa yang dipikirkan dan sebaliknya.
Maka jangan percaya kalau ada yang bilang sukses itu bisa dicapai melalui sekolah atau sebaliknya. Sukses itu bisa dimulai dari mana saja, dari atas oke, dari bawah juga tidak masalah. Yang penting jangan berhenti hanya 5 senti, atau 50 senti. Seperti otak orang tua yang harus di latih, fisik anak-anak muda juga harus di sekolahkan. Dan sekolahnya bukan di atas bangku, tetapi ada di alam semesta, berteman debu dan lumpur, berhujan dan berpanas-panas, jatuh dan bangun.
Source: Blog
Subscribe to:
Posts (Atom)